Minggu, Mei 24, 2009

Seni Menata Hati Dalam Bergaul (Artikel Islam)


Pergaulan yang asli adalah pergaulan dari hati ke hati yang penuh keikhlasan, yang insya Allah akan terasa sangat indah dan menyenangkan. Pergaulan yang penuh rekayasa dan tipu daya demi kepentingan yang bernilai rendah tidak akan pernah langgeng dan cenderung menjadi masalah.

Sungguh, hanya karena Allah SWT dapat mengenal satu sama lain. Dan Allah SWT menciptakan kita berpasang-pasangan, bersuku-suku, berbangsa-bangsa adalah untuk saling mengenal antara satu dengan yang lain. Pergaulan itu akan terasa indah dan akan terasa manis jika lahir dari hati yang bersih, jiwa yang putih dan niat yang suci Lillahi Robbil 'Alamin.

  • Aku Bukan Ancaman Bagimu

Kita tidak boleh menjadi seorang yang merugikan orang lain, terlebih kalau kita simak Rasulullah SAW bersabda,

"Muslim yang terbaik adalah muslim yang muslim lainnya selamat/merasa aman dari gangguan lisan dan tagannya." (HR. Bukhari)

Hindari Penghinaan

Apapun yang bersifat merendahkan, ejekan, penghinaan dalam bentuk apapun terhadap seseorang, baik tentang kepribadian, bentuk tubuh, dan sebagainya, jangan pernah dilakukan, karena tak ada masalah yang selesai dengan penghinaan, mencela, merendahkan, yang ada adalah perasaan sakit hati serta rasa dendam.

Hindari Ikut Campur Urusan Pribadi

Hindari pula ikut campur urusan pribadi seseorang yang tidak ada manfaatnya jika kita terlibat. Seperti yang kita maklumi setiap orang punya urusan pribadi yang sangat sensitif, yang bila terusik niscaya akan menimbulkan keberangan.

Hindari Memotong Pembicaraan

Sungguh sangat dongkol hati ini bila kita sedang berbicara kemudian tiba-tiba dipotong dan disangkal, berbeda halnya bila uraian tuntas dan kemudian dikoreksi dengan cara yag arif, niscaya kita pun berkecenderungan menghargainya bahkan mungkin menerimanya. Maka latihlah diri kita untuk bersabar dalam mendengar dan mengoreksi dengan cara yang terbaik pada waktu yang tepat.

Hindari Membandingkan

Jangan pernah dengan sengaja membandingkan jasa, kebaikan, penampilan, harta, kedudukan seseorang sehingga yang mendengarnya merasa dirinya tidak berharga, rendah atau merasa terhina.

Coba rasakan sendiri jika kita dibandingkan yang lain, yang derajatnya atau apa saja yang lebih dari kita. Maka, hati ini terasa tersayat-sayat dan kita tidak akan terima. Hal inilah yang menjadi pertimbangkan untuk tidak membandingkan antara satu dengan yang lain.

Jangan Membela Musuhnya, Mencaci Kawannya

Membela musuh maka dianggap bergabung dengan musuhnya, begitu pula mencaci kawannya berarti memusuhi dirinya. Bersikaplah yang netral, sepanjang diri kita menginginkan kebaikan bagi semua pihak, dan sadar bahwa untuk berubah harus siap menjalani proses dan tahapan.

Hindari Merusak Kebahagiannya

Bila seseorang sedang berbahagia, janganlah melakukan tindakan yang akan merusak kebahagiaanya. Misalkan ada seseorang yang merasa beruntung mendapatkan hadiah dari luar negeri, padahal kita tahu persis bahwa barang tersebut buatan dalam negeri, maka kita tak perlu menyampaikannya, biarlah dia berbahagia mendapatkan oleh-oleh tersebut.

Jangan Mengungkit Masa Lalu

Mengungkit masa lalu juga menjadi salah satu perusak keharmonisan dalam bergaul. Apalagi jika yang diungkit adalah kesalahan, aib atau kekurangan yang sedang berusaha ditutupi. Ingatlah bahwa setiap orang memiliki kesalahan yang sangat ingin disembunyikannya, termasuk diri kita, maka jangan pernah usil untuk mengungkit dan membeberkannya, hal seperti ini sama denga mengajak bermusuhan.

Jangan Mengambil Haknya

Jangan pernah terpikir untuk menikmati hak orang lain, setiap gangguan terhadap hak seseorang akan menimbulkan asa tidak suka dan perlawanan yang tentu akan merusak hubungan.. Sepatutnya kita harus belajar menikmati hak kita, agar bermanfaat dan menjadi bahan kebahagiaan orang lain.

Hati-Hati Dengan Kemarahan

Bila anda marah, maka waspadalah karenan kemarahan yang tak terkendali biasanya menghasilkankata dan perilaku yang keji, yang sangat melukai, dan tentu perbuatan ini akan menghancurkan hubungan baik di lingkungan manapun. Kita harus mulai berlatih mengendalikan kemarahan sekuat tenaga dan tak usah sungkan untuk meminta maaf andai kata ucaan dirasakan berlebihan.

Jangan Menertawakannya

Sebagian besar dari sikap menertawakan seseorang adalah karena kekurangannnya, baik sikap, penampilan, bentuk rupa, ucapan dan lain sebagainya, dan ingatlah bahwa tertawa yang tidak pada tempatnya serta berlebihan akan mengundang rasa sakit hati.

Hati-Hati Dengan Penampilan, Bau Badan Dan Bau Mulut

Tidak ada salahnya kita selalu mengontrol penampilan, bau badan atau mulut kita, karena penampilan atau bau badan yang tidak segar akan membuat orang lain merasa terusik kenyamanannya, dan cenderung ingin menghindari kita.

  • Aku menyenangkan bagimu

Wajah Yang Selalu Cerah Ceria

Rasulullah senantiasa berwajah ceria, beliau pernah besabda, "Janganlah terlalu membebani jiwamu dengan segala kesungguhan hati. Hiburlah dirimu dengan hal-hal yang ringan dan lucu, sebab bila hati terus dipaksakan memikul beban-beban yang berat, ia akan menjadi buta". (Sunan Abu Dawud).

Senyum Tulus

Rasulullah senantiasa tersenyum manis sekali dan ini sangat menyenangkan bagi siapapun yang menatapnya. Senyum adalah sedekah, senyuman yang tulus memiliki daya sentuh yang dalam ke dalam lubuk hati siapapun, senyum adalah nikmat Allah yang besar bagi manusia yang mencintai kebaikan. Senyum tidak dimiliki oleh orang-orang yang keji, sombong, angkuh, dan orang yang busuk hati.

Kata-Kata Yang Santun Dan Lembut

Pilihlah kata-kata yang paling sopan dengan dan sampaikan dengan cara yang lembut, karena sikap seperti itulah yang dilakukan Rasulullah, ketika berbincang dengan para sahabatnya, sehingga terbangun suasana yang menyenangkan. Hindari kata yang kasar, menyakitkan, merendahkan, mempermalukan, serta hindari pula nada suara yang keras dan berlebihan.

Senang Menyapa Dan Mengucapkan Salam

Upayakanlah kita selalu menjadi orang yang paling dahulu dalam menyapa dan mengucapkan salam. Jabatlah tagan kawan kita penuh dengan kehangatan dan lepaslah tangan sesudah diepaskan oleh orang lain, karena demikianlah yang dicontohkan Rasulullah.

Jangan lupa untuk menjawab salam dengan sempurna dan penuh perhatian. Bersikap sangat sopan dan penuh penghormatan sangat diharapkan.
Rsulullah jikalau berbincang dengan para sahabatnya selalu berusaha menghormati dengan cara duduk yang penuh perhatian, ikut tersenyum jika sahabatnya melucu, dan ikut merasa takjub ketika sahabatnya mengisahkan hal yang mempesona, sehingga setiap orang merasa dirinya sangat diutamakan oleh Rasulullah.

Senangkan Perasaannya

Pujilah dengan tulus dan tepat terhadap sesuatu yang layak dipuji sambil kita kaitkan dengan kebesaran Allah sehingga yang dipuji pun teringat akan asal muasal nikmat yang diraihnya, nyatakan terima kasih dan do’akan. Hal ini akan membuatnya merasa bahagia. Dan ingat jangan pernah kikir untuk berterima kasih.

Penampilan Yang Menyenangkan

Gunakanlah pakaian yang rapi, serasi dan harum. Menggunakan pakaian yang baik bukanlah tanda kesombongan, Allah Maha Indah dan menyukai keindahan, tentu saja dalam batas yang sesuai syariat yang disukai Allah.

Maafkan Kesalahannya

Jadilah pemaaf yang lapang dan tulus terhadap kekurangan dan kesalahan orang lain kepada kita, karena hal ini akan membuat bahagia dan senang siapapun yang pernah melakukan kekhilafan terhadap kita, dan tentu hal ini pun akan mengangkat citra kita dihatinya.

3. Aku Bermanfaat Bagimu

Keberuntungan kita bukanlah diukur dari apa yang kita dapatkan tapi dari nilai manfaat yang ada dari kehadiran kita, bukankah sebaik-baik di antara manusia adalah orang yang paling banyak manfaatnya bagi hamba-hamba Allah lainnya.

Rajin Bersilaturahmi

Silaturahmi secara berkala, penuh perhatian, kasih sayang dan ketulusan walaupun hanya beberapa saat, benar-benar akan memiliki kesan yang mendalam, apalagi jikalau membawa hadiah, insya Allah akan menumbuhkan kasih sayang.

Saling Berkirim Hadiah

Seperti yang telah diungkap sebelumnya bahwa saling memberi dan berkirim hadiah akan menumbuhkan kasih sayang. Jangan pernah takut miskin dengan memberikan sesuatu, karena Allah yang Maha Kaya telah menjanjikan ganjaran dan jaminan tak akan miskin bagi ahli sedekah yang tulus.

Tolong Dengan Apapun

Bersegeralah menolong dengan segala kemampuan, harta, tenaga, wakt atau setidaknya perhatian yang tulus, walau perhatian untuk mendengar keluh kesahnya.

Apabila tidak mampu, maka do’akanlah, dan percayalah bahwa kebaikan sekecil apapun akan diperhatikan dan dibalas dengan sempurna oleh Allah.

Sumbangan Ilmu Dan Pengalaman

Jangan pernah sungkan untuk mengajarkan ilmu dan pengalaman yang dimiliki, kita harus berupaya agar ilmu dan pengalaman yang ada pada diri kita bisa menjadi jalan bagi kesuksesan orang lain.

Insya Allah jikalau hidup kita penuh manfaat dengan tulus ikhlas maka, kebahagiaan dalam bergaul dengan siapapun akan tersa nikmat, karena tidak mengharapkan sesuatu dari orang melainkan kenikmatan kita adalah melakukan sesuatu untuk orang lain. Semata karena Allah Swt.

Sumber :

  • Al-Qur'an dan Al-Hadits
  • Tausiyah AA Gym
Rizal Ibnu Qosim
Pekanbaru, 2009

Cinta Dua Kutub (Cerpen)



Rintik hujan semakin deras, aku hanya berdiri menunggu di bawah pohon yang rindang. Arlojiku sudah menunjukkan angka 5 sore, pertanda sejam sudah aku menunggu Ita, kemanakah gerangan anak ini…? Kejadian yang sering berulang memang, dia sering telat karena kesibukan yang memang kadang-kadang susah ditinggalkan. Begitulah susahnya punya pacar model, kalau pemotretan belum selesai belum bisa meninggalkan studio.

Ita, gadis yang tinggi semampai ini sudah beberapa bulan menjadi kekasihku. Waktu itu secara tidak sengaja bertemu dia di lokasi pemotretan, aku mengantarkan catering untuk mereka. Ita yang waktu itu sudah kelihatan lapar banget datang cepat-cepat menyambar rantang makanan yang aku pegang, aku yang baru masuk ruangan itu cuman bisa bengong. Rantang segera dia buka, dan dia makan dengan lahapnya.

"Eh Mas, jadi lupa nawarin..., makan yuk...!!!"

"Terima kasih, aku udah makan tadi, lagian kan kamu kelihatan kelaparan, nggak baik ngurangin jatah makan kamu."

"Nggak apa-apa kok, paling aku juga nggak habis, keep on the line bo', nggak boleh makan banyak-banyak", sambil memperlihatkan pinggangnya yang ramping dia merelakan berdiri dan berputar-putar di depanku. Aku cuman bisa bengong melihatnya.

"Ayo...ikut makan.."

Gadis ini baik sekali pikirku, belum saja kenal sudah mau mengajak makan sama-sama, serantang bersama lagi. Aku memutar otak, Ahh, aku tadi lupa mandi, eh bukannya lupa aku memang malas mandi, udah gitu aku nggak pake parfum lagi. Pasti baunya minta ampun, cuaca panas kaya gini. Ah peduli amat, akhirnya kuberanikan diriku duduk bersila didepannya ngadepin itu rantang berdua.

"Mas, bau euy..., belon mandi yach..?'' nah… kan baru saja aku duduk, dia sudah protes.

"Eh nggak apa-apa kok Mas, biasa lagi kalau lagi panas-panas kayak gini…" dia meralat ucapannya yang baru saja bak petir menyambar ubun-ubunku, membuat darah ku berdesir, wajahku memerah… aku melihatnya tersenyum tersenyum manis…, manissss sekali....

Di sampingku si fotografer kelihatan agak kurang ramah denganku, dari tadi dia cuma diam seribu bahasa. Mungkin sakit gigi, atau memang dia biasa jualan senyum seribu perak, aku juga nggak tahu. Akhirnya aku ikut makan juga, sambil sesekali melirik si model yang suka cuap-cuap itu.

Ahh, mimpi apa aku tadi malam…, bisa ketemu bidadari seramah ini. Ohh iya, aku mimpi dikejar-kejar sama maling, loh kok, jadinya ketemu sama gadis, joko sembung bawa golok amat ya', sama sekali ngak ada nyambungnya. Kalau Omku aku ceritakan kejadian ini, dia pasti langsung buka primbon kebanggaannya itu. Kalau mimpinya ini, artinya inilah, nomornya inilah, pantangannya itulah, ahh… sampe ngantuk aku kalau ngomong sama dia. Sangking percayanya dia sama itu primbon, membawa istrinya ke rumah sakit saja perlu-perlunya milih hari yang baik. Dunia memang edan, bukan dunianya tapi isinya yang edan.

Begitulah awal yang indah sekaligus memalukan itu, karena perusahaan mereka langganan dengan catering ibuku, jadilah aku kurir yang tiap hari harus mengantarkan makanan-makanan itu. Dan aku sering bertemu dia, yang belakangan aku ketahui bernama Ratna Sita Amalia. Kita sering bercanda, kadang sampai kelewatan, sampai kadang aku sedikit jengkel, habisnya mentang-mentang dia cantik rupawan dan harum menawan, selalu mengejek aku yang belum mandilah, parfumnya bau sapilah, kulitnya kaya kuda nillah, yang kalau aku ingat-ingat semua bisa sakit hati aku. Untung saja dia cantik, kalau nggak udah aku makan dia. Biar saja orang mengiraku Sumanto.

Dia ini hp-nya nggak pernah berhenti berdering, kecuali kalau lagi pemotretan, yang malam ini diajak nonton filmlah, ditraktir di restoran yang mahalnya amit-amitlah, diajakin nonton konserlah, pokoknya ngak ada berhentinyalah. Aku yang diceritakannya, cuman tambah melongo saja, nggak tahu musti bilang apa. Sampai suatu sore, ketika aku mengantarkan rantang lagi, mukanya sembab, seperti mau nangis..., aku jadi salting (salah tingkah), cuap-cuapnya hilang sama sekali...

Aku serahin rantang itu ama fotografer itu, terus sama Ita, dia mandang aku sebentar, dan lihat jam tangan Swatch merah mudanya.

"Mas, boleh sore ini minta tolong dianterin ke rumah..?"

Aku gelagapan, nggak siap dengan pertanyaan semacam itu.

"Kamu tahu kan kalau aku naik vespa butut..?"

"Memang kenapa...?, aku cuman minta dianterin ke rumah, mau pake dokar kek, mau jalan kaki kek, mau dinaikin bajaj kek, mau nganterin aku nggak...?"

"Maunya sih mau, tapi aku minta bayar..."

"Berapa...?, asal jangan mahal-mahal yach.."

"Bayarannya kamu senyum sama aku satu menit...."

"Ah curang..., curang...!!!", cubitannya mendarat di pinggangku, waduh sakit sekali.

"Deal..?"

"Oke dech, tapi bayarnya besok ya jangan sekarang, aku lagi bete nih."

Setelah sesi pemotretan selesai, aku pun mengantarkan dia pulang dengan vespa bututku, baru saja mau naik motor Ita menangis terisak-isak, nah… aku salting lagi...

"Ada apa Ita…? tanyaku hati-hati.

"Aku benci…benci...aku benci hidup…"

Sumpah, aku tambah bingung dengan ucapannya itu. Menghambur dia ke dadaku, genggamannya memukul-mukul dadaku, wah… Ita ini apa nggak tahu apa kalau aku bukan olahragawan yang punya dada bidang, lagian aku kan nggak salah sama dia, kenapa aku yang dipukuli, gumamku dalam hati. Cacingan deh gue eh kasihan deh gue. Ahh, tapi aku diam saja, aku biarkan dia nangis dulu, biar amarahnya sedikit reda. Setelah menangis beberapa lama, aku peluk dia dan kududukkan di sadel vespaku yang udah mulai robek di sana sini.

"Kamu ada masalah apa Ita…?"

"Aku benci..., cowok-cowok itu pada ngejar-ngejar aku karena penampilan lahiriahku aja, mereka sama sekali nggak ada yang ngertiin aku, diajak yang hura-hura saja, ketika aku ada masalah tidak ada yang mau ngedengerin… hizk…hizk…huu…huu…"

Ah, ternyata tentang cowok, aku tahu memang ini gadis yang suka sama dia banyak, yah… teranglah udah cantik, model, baik lagi, terus gampang bergaul, dan nggak sombong. Kebanyakan mereka orang-orang tajirlah, tentengannya hp terbaru, tongkrongannya mobil-mobil mengkilap, tapi yah… itu memang nasibnya Ita kali yach.

"Mereka bilang cinta denganku, tapi aku tahu mereka tidak ada yang serius, jika saja aku tidak cantik mereka pasti tidak ada yang mau mendekatiku. Ego cowok terlalu tinggi, maunya menang sendiri, kalau butuh saja merengek-rengek datang, kalau sudah tidak butuh, sms aja nggak pernah apa lagi nelfon."

Ita sudah menyerang kaumku ini, welah-welah… tapi biarlah yang penting aku tidak merasa demikian. Yang ku lakukan hanya diam dan dengarkan omongannya.

"Maunya aku nurut sama dia, emang jaman Siti Nurbaya apa, wanita harus monggo kerso sama laki-laki, kita hanya jadi suboordinatnya, terus dunianya hedonis banget, pandangannya profan, kita kan sudah merdeka dari pemikiran konservatif"

Aku sedikit tersentak, gadis ini ternyata pinter juga, nggak tahu seberapa jauh, tapi kayaknya akrab dengan dunia feminisme. Aku beranikan ambil tissue di tangannya, dan aku hapus sedikit demi sedikit air matanya.

"Sudah marahnya…?"

Aku berhadapan muka sambil tersenyum, aku tahu aku nggak manis tapi ya sudahlah yang penting kan senyum.

Ehh, dianya mulai tersenyum..., singa betina yang tadi lapar siap merobek-robek mangsa sudah mulai menyurutkan taringnya.

"Tidak selamanya dunia ini seperti yang kita kehendaki, karena idealisme harus selalu berhadapan realita, duniamupun begitu nona manis, cobalah belajar dari apa yang dibentangkan Allah swt buat kita, jangan menyerah ketika kita tenggelam, ambillah sedikit hikmah dari pengalaman itu. Yakinlah, ada hikmah di sebalik setiap musibah"

Ita tersenyum lagi, dan menatapku dalam-dalam. Aku jadi salting lagi.

* * *

Matahari perlahan berjalan anggun meninggalkan tempat tidurnya, burung-burung berteriak-teriak kegirangan, ehmmm.., senyum Ita sudah menghiasi pagiku. Aku masih mengusap-usap mataku, menghilangkan sisa-sisa tidur yang masih terpampang di mata. Dia berjingkat-jingkat menggandeng tanganku, mengantarkanku ke kamar mandi, sehelai handuk putih yang sudah disiapkannya dari tadi disampirkan di pundakku.

"Sana mandi....., biar bau pete campur jengkolnya hilang" Ita mendorongku masuk ke kamar mandi sambil tertawa renyah, dan segera menutup pintunya.

Ahhh, Ita selalu datang pagi-pagi sekali ke rumahku kalau hari minggu, sejak kejadian sore itu, dia semakin manja denganku, dia bilang bahwa dia lebih nyaman bersamaku, bisa mengolok-olok aku, bisa bercanda bebas seperti monyet-monyet kecil, mencubit-cubit sekujur tubuhku sampe biru, tanpa takut sama sekali bahwa aku akan marah, karena aku memang tidak bisa marah.

Dia bilang juga kalau dia banyak mau belajar dari aku, belajar menghargai hidup, belajar mencintai kesederhanaan, belajar mandiri dan tidak menggantungkan diri pada orang lain. Lagi-lagi aku cuman bengong saat dia bilang seperti itu, bukankah itu sangat berlebihan untuk diucapkan kepadaku, seakan-akan aku telah menjadi seorang Batman, pemuda bertopeng dan berjubah kelelawar sang pembela kebenaran.

Ibuku selalu bilang untuk berhati-hati dengan wanita yang sedang jatuh cinta, karena cinta seorang wanita itu bagaikan cinta seekor anjing terhadap tuannya. Suka dan lara akan rela dijalaninya ketika wanita merasa sudah menemukan seorang pria yang patut dicintainya. Dia akan mengikutimu kemanapun engkau pergi, walaupun mungkin itu bisa membahayakan dirinya sendiri.

* * *

Teman-teman satu fakultas gempar, berita bahwa aku pacaran dengan Ita sudah merebak ke mana-mana. Banyak di antara mereka yang mencibir, mereka bilang hubungan kami tidak akan berjalan lama. Mereka seakan telah pernah membaca masa depan hubungan kami. Ada pula beberapa yang memberi ucapan selamat, mereka bilang hubungan kami adalah hubungan petir, hubungan yang menyatukan antara bumi dan langit, hubungan antara Shrek dan Putri Fiona, dan itu patut dirayakan, karena hubungan seperti ini sangat jarang ditemukan di jagad raya.

Hubungan kami ternyata berjalan lancer-lancar saja, sampai suatu saat aku bertemu dengan tetangga baruku, dia pindah dari kota L karena bapaknya lebih merasa cocok untuk menjalankan bisnis di kotaku, dan mereka membeli rumah persis di depan rumahku. Suatu sore mereka mengenalkan diri pada keluarga kami, lengkap dengan seluruh anggota keluarga, aku piker-pikir keluarga ini contoh keluarga berencana yang sukses, salah satu dari sedikit program yang cukup bagus yang diluncurkan peda pemerintahan presiden Suharto tempoe doeloe. Bagaimana tidak, mereka adalah keluarga yang terdiri dari 4 anggota keluarga, ayah, ibu, dan 2 anak. Seorang anak perempuan dan seorang anak laki-laki.

Perkenalan mereka cukup singkat, sampai aku sendiri tidak jelas mengingat nama-nama mereka, tapi ada semacam kekuatan yang menyihirku sehingga malam itu aku tidak bisa tidur, dalam perkenalan itu aku sempat bertatap pandang dengan gadis tetangga baruku itu, dia yang hanya diam saja sambil hanya sesekali tersenyum kalau ada pembicaraan antara bapak ibuku dan bapak ibunya dia yang lucu. Dia tidak berbicara sepatah katapun. Aku tidak tahu, hatiku mengatakan bahwa gadis ini mempunyai kekuatan yang tidak dipunyai oleh gadis-gadis lain. Kekuatan magisnya telah menyihirku semalam penuh tanpa aku bisa melawannya, sedikitpun tidak.

* * *

Hari berikutnya, saat aku sedang asik-asiknya membaca kisah-kisah petualangan anak-anak di depan rumah, gadis yang kemarin itu berjalan seperti macan luwe (singa lapar, jawa) menuju ke arah rumah kami, rambut hitam sepunggungnya tampak mengkilat-kilat dibelai sang mentari, dia membawa nampan kecil.

"Assalamu alaikum......, Kakak...ibu ada di rumah....?"

Aku geragapan, walau aku sudah melihatnya dari jauh sejak tadi, tapi toh aku grogi melihatnya.

"Eh...ehmm...anu....ibu lagi di belakang, mau dipanggilkan...?"

"Kalau kakak tidak berkeberatan"

Aku bergegas pergi kebelakang, mendapatkan ibuku sedang membikin sambal pecel untuk makan nanti malam. Karena langkahku terburu-buru seperti dikejar hansip, kakiku menabrak kaki meja dan aku hampir saja jatuh terjungkal di dapur. Ibuku menoleh sambil geleng-geleng.

"Bu, ada anaknya tetangga depan rumah itu datang, itu lho anaknya yang perempuan"

Ibu segera bangkit dari kesibukannya dan langsung menuju ke depan rumah.

"Eeehhh...Nak...!!!" kata-kata ibu tersendat, sepertinya ibu lupa nama gadis itu.

"Aisya Bu, nama saya Aisya..."

"Oh ya Aisya, saya lupa lagi namanya, silahkan masuk Nak Aisya..., Arya ini gimana...ada tamu kok nggak dipersilahkan masuk."

"Emmhh…anu Bu...!!!"aku jadi bingung ibu bilang begitu, tapi belum selesai kalimatku sudah dipotong oleh ibu lagi.

"Ada perlu apa Nak Aisya, ada yang perlu kami bantu...?

"Tidak kok Bu, saya hanya mengantarkan kue jajan buatan Mama untuk Ibu dan keluarga"

"Wah terima kasih sekali, sungguh bahagia kami mendapatkan tetangga baru yang begitu baik, repot-repot sekali Mamamu membuat kue buat kami, Arya temenin Nak Aisya ngobrol yach, Ibu mau ke belakang sebentar nyelesain sambelnya Ibu sama masukin kuenya ke kulkas buat buka puasa kamu nanti sore"

Ah Ibu..., kenapa kami ditinggalkan berdua... gumamku dalam hati.

Ruang tamu jadi sangat hening, sampai kudengar detakdetik- jarum jam mewarnai keheningan, kulihat sekilas Aisya juga cuma menundukkan muka, aku juga diam seribu bahasa. Aku tiba-tiba saja blank tidak tahu harus bilang apa.

Lima menit berlalu tanpa sepatah katapun, aku mulai tidak enak pada diriku sendiri, bukankah ibu tadi bilang kalau aku disuruh nemenin ngobrol dia. Ah.., aku lupa...aku bisa nawarin minum..

"Ehmmm, A..."belum sempat aku menyelesaikan kalimatku, ibu sudah datang dari belakang.

"Lho, kok diem-dieman aja berdua, Nak Aisya mau minum apa..?

Nah kan.., ibu mendahuluiku lagi...

"Makasih Ibu, saya mau permisi dulu, maaf musti nemenin Mama nyiapin kue buat ulang tahun adik saya Bayu besok."

Akhirnya Aisya pamitan dan meninggalkan rumah kami, aku menyesal sejadi-jadinya karena melewatkan kesempatan ngobrol sama dia tadi. Tibalah saat berbuka, aku mengambil air teh yang sudah dibuatkan oleh ibu dan segera kuminum tandas karena sangking hausnya, dan ibu segera memberikan kue yang dibawa Aisya barusan. Ibu segera menyuruhku makan, tetapi aku tidak punya nafsu makan, aku teringat kejadian di ruang tamu tadi saja. Sehabis sholat maghrib, Ibu memanggil aku ke kamarnya.

"Arya, kamu baik-baik saja khan...?"

Aku cium tangan ibuku dan aku menganggukkan kepala, pertanyaan ibuku yg sederhana ini menandakan bahwa dia sudah tahu gejolak dalam hatiku.

"Arya, ingatlah...cinta laki-laki itu seperti kucing, yang akan hinggap kemanapun dan ke siapapun yang memanjakannya. Kucing akan makan pemberian tuannya dengan lahap dan kadang-kadang mencuri yang bukan haknya. Tetapi kucing yang bijaksana akan tahu mana makanan yang seharusnya dia makan dan mana yang harus dia hindari. Pria yang bijaksana pun akan tahu membedakan antara wanita dan perempuan biasa."

Aku hanya bisa mengangguk atas nasihat ibuku. Ibu seakan tahu kemana darahku akan mengalir, seberapa cepat detak jantungku berdenyut. Aku cium tangan ibuku sekali lagi sebagai rasa terima kasih atas kata-kata bijaknya yang baru kudapat.

* * *

Hari-hari berlalu dengan cepatnya, hari-hariku diisi dengan canda tawa Ita yang tak ada henti-hentinyanya. Tapi hatiku tak bisa lepas dari sosok Aisya yang semakin lama semakin kusadari bahwa Aisyalah yang dimaksudkan Ibu sebagai wanita. Aku tahu itu dari perbincangan-perbincangan ibunya Aisya dan ibuku. Aisya adalah gadis yang sangat cerdas, berbudi halus bak Putri Solo baru turun dari taksi eh salah, dari kereta kencana, berprestasi di sekolahnya, kepandaiannya dalam seni tak usah diragukan lagi.

Dan semakin lama juga semakin kusadari, bahwa Ita adalah perempuan biasa, dia mungkin luar biasa di mata orang-orang, tapi sejatinya dia adalah perempuan biasa. Akhir-akhir ini dia sering menuntutku untuk berpakaian lebih perlente, menuntutku untuk lebih sering main di mall, menuntutku untuk mengecat vespa bututku biar kelihatan lebih bagus, mengganti joknya, dan sebagainya dan sebagainya.

Aku kembali teringat pesan ibuku beberapa bulan lalu, ibu bilang bahwa kebanyakan kaum perempuan terutama yang muda akan lebih cenderung mencintai laki-laki dan bukan pria. Karena laki-laki membuatnya bisa tertawa, sedangkan pria membuatnya tersenyum gembira, karena laki-laki menyajikan hiburan semata, sedangkan pria memberikan nasihat-nasihat yang bermakna. Karena laki-laki mempunyai lengan perkasa dan kuda-kuda bermesin, sedangkan pria hanya menawarkan kesederhanaan dan kasih sayang. Karena laki-laki memanjakannya dengan perhiasan dan kemewahan, sedangkan pria memujanya dengan kata-kata dan pujian.

Ah...seandainya Aisya tahu bahwa aku sangat mencintainya.

Rizal Ibnu Qosim

Pekanbaru, 2009

Bunga Menangis (Cerpen)



Kitab-kitab kuning berbalut sampul tebal itu aku hamburkan ke seluruh sudut kamarku, satu sudutpun tak kubiarkan lepas dari cengkeraman kemarahanku. Goresan-goresan huruf Arab yang selama ini telah kupelajari dengan tekun ternyata tidak membawa hidupku menjadi lebih baik. Jeritan jiwaku sudah melelehkan belenggu besi yang selama ini terlalu kuat untuk aku lawan. Aku telah terkapar di lembah yang telah diciptakan oleh institusi-institusi bejat yang dilegalkan oleh waktu dan peradaban.

Daqaa'i qul Akbar, Ghoyat at-taqrib, Ushfuriyah, Fadhoilul Amal, aku tidak tahu lagi, berapa jilid kitab-kitab kuning yang telah aku pelajari. Aku hanya menghamburkan mereka, berharap ada yang mendengarkan kekecewaan hatiku. Lelah menangis, aku mengambil kitab terakhir yang masih tersisa di meja belajarku, Uqudul Lijain, spontan aku sobek-sobek lembaran itu, seakan membalas dendam atas isinya yang telah menyobek-menyobek harga diriku sebagai seorang wanita muslimah dan seorang manusia merdeka.

Diinginkan diriku oleh si tua itu, seseorang yang selalu memimpin sholat berjamaah di surau kampungku, yang sebelumnya telah mempunyai tiga istri, dan aku dijadikan pelengkap dikarenakan itu Sunnah Rasul. Tidak hanya sunnah bahkan, ditambahi label muákkadah dibelakangnya. Aku tidak habis mengerti, apakah orang-orang itu tidak bisa berhitung matematika, bahwa 2 itu lebih banyak daripada 1, dan kalau mereka mengerti hukum demokrasi, bahwa 2 itulah yang akan menang. Selalu mereka gembar-gembor ayat suci yang dipotong demi kepentingan patriarki, "kamu (laki-laki) boleh menikahi wanita satu, dua, tiga, atau empat", tanpa menyebutkan lanjutannya yang mengharuskan untuk berbuat adil, satu syarat yang sangat berat, bahkan Nabi Muhammad saw pun tidak bisa berbuat adil terhadap istri-istrinya, hanya adil lahiriah yang beliau bisa laksanakan, adil batiniah beliaupun harus angkat tangan. Apalagi jika ditambah dengan lanjutannya bahwa adil itu sangat susah bahkan mustahil terlaksanakan oleh seorang lelaki yang beristri lebih dari satu. Betapa berani mereka mendasarkan legalisasi poligami atas ayat suci Qurán yang mulia itu, sedangkan dengan pongahnya memotong sebagian untuk menonjolkan sebagian yang lain.

Berat sungguh kurasa, mataku semakin terpejam, seakan tak mau terbuka lagi. Hanya setetes demi setetes air mata yang menyelinap dalam ketertutupan itu. Kehidupanku selanjutnya pasti akan sangat berbeda dari hari-hariku sebelumnya. Dua hari ini perutku sudah tidak mau menuntut untuk diisi, hanya suaranya saja yang kadang mengganggu telingaku, tapi perintah hatiku tetap mengatakan tidak mau. Aku menutup jendelaku rapat-rapat, malu aku pada rembulan, tak ingin aku dibelai angin lagi, aku hanya ingin menyendiri dan meratap. Mencoba mencari sedikit alasan untuk tetap hidup dan berkarya sebagai makhluk.

Semakin larut, malam menarik selimutnya yang lembut, walau aku sudah tidak bisa merasakan kelembutan lagi. Kecantikanku selama ini ternyata tiada berarti, dan hanya akan kuserahkan kepada orang yang tak bisa aku mengerti. Untuk apa aku belajar selama ini, kalau ilmu-ilmu itu hanya dipelajari "bil barkah", hanya untuk mendapatkan berkah dari pengarang-pengarangnya yang telah dipeluk dan dilumat bumi ratusan tahun yang lalu, sedangkan ilmunya sendiri tidak bisa dipraktekkan, kalaupun bisa sudah ketinggalan kereta peradaban. Romantisme masa lalu berlebihan yang banyak dipunyai oleh manusia-manusia beragama di zamanku.

Kuhempaskan dalam-dalam mukaku di bantal, sedalam hempasan asaku yang telah mencapai titik terendah. Kucoba menahan nafas, berharap derita batinku berkurang, tapi ternyata tak membantu sama sekali. Paru-paruku terasa penuh oleh sampah-sampah kehidupan, digerogoti sedikit demi sedikit, menyakitkan dan mengantarkan bau-bau alam aneh yang tak dimengerti oleh seluruh badanku.

Kubalikkan badan lagi, mencoba menarik nafas dalam, sedalam tarikan lubang-lubang hitam atas bintang-bintang di sekitarnya, kuulangi berkali-kali, dan ternyata tak berpengaruh banyak. Kulepas satu persatu bajuku, jilbabku kulempar entah kemana, aku telanjang, tanpa sehelai kainpun menempel di tubuhku. Bersujud di kegelapan, sekali lagi aku meratap, dan ingatan-ingatan indah itu seakan mengejekku, saat aku masih menjadi idaman para pemuda kampung, saat aku masih bisa bebas berimajinasi dan melukis masa depanku, saat aku masih bisa berbicara tidak, saat daun-daun masih mengucapkan selamat pagi pada parasku. Telanjang seperti waktu aku pertama kali menghirup udara bumi, dan bersujud pada-Nya seperti sujudku waktu masih hangat mendiami uterus.

Sumpah serapah hatiku atas nasibku tak tertahan lagi, kuingin tumpahkan semua. Kenapa aku harus jadi korban sebuah anggapan yang belum tentu benar. Kalau mereka mau melaksanakan sunnah Rasul, kenapa mereka tidak mengawini janda-janda tua yang tidak punya perlindungan seperti yang dilakukan Rasulullah. Kalau benar mereka mau bersunnah, tidakkah mereka tahu bahwa istri Rasulullah yang cantik hanyalah Zainab dan Aisyah, sedangkan kiai calon suamiku ini memilih istri-istri muda dan cantik yang masih gadis saat dikawini. Dan aku tahu pasti laki-laki ini tak pernah menyentuh pekerjaan dapur, sedangkan Rasulullah Muhammad saw sering memasak untuk keluarga di waktu luangnya.

Genggaman tanganku kupukul-pukulkan ke lantai, berharap kesedihan ini mampu mengeraskan suaranya menembus batas-batas surga, sehingga Nabi Muhammad-ku mau mendengarnya. Mengharap kelembutannya dan kejeniusannya menuntut manusia-manusia yang mengaku mengikutinya tetapi sama sekali tidak mengerti pesannya. Semakin sakit jari-jemariku menabrak lantai-lantai dingin, tapi kesesakan jiwaku tak juga berkurang.

Tiba-tiba teringat aku akan tajamnya pisau yang sering aku pakai untuk memotong bunga mawar di belakang rumahku, kilauannya menarikku untuk memeluknya, tidak hanya memeluk, tetapi mendekap manja. Seerat mungkin, membagi dukaku, dan karena memang tajamnya setajam dunia yang telah merobek hidupku. Darah berlumuran, hanya kurasakan alirannya, karena gelap menghilangkan warnanya.

Tak lama kemudian, aku bisa melihat tubuhku sendiri, telanjang penuh darah, memeluk lantai, dan tangis membahana dari sanak saudaraku.

Rizal Ibnu Qosim

Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan

Jurusan Agrobisnis Perikanan

2009